Rabu, 20 Mei 2009

An Iris Hawtorn story l

Hujan, diluar.
Dingin dan berangin.
Sudah 97 hari entah mengapa aku merasakan hal yang yaa... yang biasa terjadi pada manusia-manusia seumuranku ini.
Aku tahu, mungkin ini wajar, disekelilingku menganggap ini suatu yang biasa, namun benar-benar sulit sekali.

Ya, melupakan.

Aku baru saja ngobrol dengan Thames dikedai kopi, kebetulan dia kerja disana. Menikmati secangkir Caramel Macchiato, dan cemilan, dia menceritakan kekasihnya, Delilah. Mereka sudah menjalin hubungan sudah hampir dua tahun lamanya. Mereka adalah sepasang manusia yang jatuh cinta pada pandangan pertama. Thames kerja part time disebuah kedai kopi besar ditengah kota, dan dia juga pelajar seperti aku. Kekasihnya, Delilah sangatlah cantik. Dia mempunyai sepasang bola mata yang berwarna hijau seperti emerland, dan rambut panjang yang coklat kehitaman seperti kopi. Mereka sangatlah dekat. Thames senang sekali dengan Delilah, dia mencintainya sepenuh hatinya. Begitu juga Delilah. Mereka saling jatuh cinta pada Pandangan pertama.

"Kau tahu Iris, aku sangat menyukainya! setiap pandangan dan senyumannya..", ujarnya sambil tersenyum manis.
"...Ehhm, ya Thames! Aku dapat melihatnya dari mata hijaunya itu!", ujarku sambil meneguk kecil Caramel Macchiato-ku. "...kau sangat beruntung, Thames!"
"So, bagaimana denganmu?", tanyanya, wajahnya berbinar-binar sekali.
"Entahlah Thames, mungkin aku kurang beruntung...", aku hanya meniupkan karbondioksida pada Caramel Macchiato, dan menaruhnya dimeja.
"Maaf, Iris... aku tak bermaksud..", ucapnya sambil menundukan wajahnya kepadaku.
" It's ok... aku hanyaa.. sudahlah, aku tidak mau membicarakannya..", kataku sambil memutarkan bola mataku kelangit-langit kafe sambil tersenyum malas.
"ya, ya mungkin aku bisa membantumu, Iris. Mungkin kamu mmh, mau atau menceritakannya begitu, agar aku .. mungkin bisa bantu, mungkin?", tawarnya.
"Haaahh~~ iya Thames, kau tahu? Aku tidak bisa mencoba membencinya... padahal dia sudah meninggalkanku...", aku menarik nafas sambil mennyandarkan tubuhku kemeja.
"Ok Iris, itulah. Aku juga takut tidak bisa membenci Delilah jika dia meninggalkanku.. Kau saja sudah sulit begitu, apalagi aku..", dia juga begitu.
"Thames, bagaimana? Aku sudah kesal. Kesal, dan gundah, Thames. Aku tidak bisa menghapusnya. Aku tidak dapat menghilangkannya. Aku tidak mengerti! Padahal sudah cukup dia mencampakanku dimana saja, tapi..... Ah, sial!", aku menghentakan cangkir kopi agak keras sehingga memecahkan suasana dikedai yang sepi.
"Iris, sabarlah... mungkin dia itu bukan yang terbaik, mungkin dia yang terburuk.."
"Tapi Thames, lihatlah! Aku menginginkan seperti apa yang kau dapatkan, tapi mengapa Thames... tidak padaku!", aku membenamkan wajahku pada siku yang kulipat dimeja.
"Iris, tarik nafas.. sabar.. ini bukanlah hal yang terakhir ! coba kau ingat-ingat apa yang membuat kamu membencinya, mmmh, mungkin bisa membantu?"
"Tidak Thames. Ok, aku sudah mencobanya. Tapi setiap kali aku melihatnya, semuanya hancur!"
"Dengar, semua yang kau inginkan itu tidak bisa kau dapatkan..."

Dan, aku pun memutar pembicaraan.

"Ok, Terimakasih, Thames.." , aku meminum Caramel Macchiato untuk yang terakhir.
"Ayo, aku antar sampai halte..", ucapnya sambil tersenyum, giginya yang putih dan rapat terlihat lebar. wajahnya yang berbinar dan matanya yang semangat.
"Terimakasih banyak, Thames.."

Thames mengantarku dengan motor 'dinasnya' sampai kehalte, dan hujan pun turun.

"Oh, terimakasih Thames, kau baik sekali!", ucapku sambil melindungi kepalaku dengan tas dari derasnya hujan.
"Maaf Iris! Aku hanya bisa mengantarkanmu sampai sini! Hati-hati Iris, jaga dirimu!", katanya setengah berteriak , memperjelas suaranya dari riuh suara air hujan dan para penumpang.
"Yeah, Thames! Sampaikan salamku pada Delilah!"
Dia menolehkan kepalanya kebelakang sambil mengangkat tangannya sampai keningnya, yang berarti "Iya".

Aku masuk kehalte, dan membeli tiket dengan jaketku yang basah dan rambutku yang basah. Menunggu bus. Oh ya ampun, pukul berapa ini? Aku tidak sadar, aku bicara dengan Thames sampai memakan waktu tiga seperempat jam.

Aku duduk menunggu dihalte yang agak ramai. Melepaskan jaket yang basah dan agak mengigil kedinginan. Aku duduk dipojok dan bersandar lelah didinding halte yang dingin. Haaah~~, segala emosi, masalah pekerjaan sekolah, semuanya bercampur. Aku cukup lelah dengan semua ini.

Akhirnya bus itu sampai juga. Aku masuk dengan lunglai. Duduk disudut sana. Lampu bis berbinar cukup terang. Bangku belakang yang kosong, aku duduk sendiri, sampai akhirnya seorang pemuda duduk ditempatku. Dia masih menggunakan seragam sekolahnya. Bandage sekolahnya terlihat basah dangan tulisan sekolahnya yang dijahit dengan benang kuning. Wow, dia sekolah ditempat yang terkenal. Sekolah bagus. Aku menyandarkan kepalaku kejendela. melihat keramaian diluar sana. Dia menolehku, aku agak tenggadah dan meliriknya. Rambutnya hitam, tengkuknya putih dan meneteskan sedikit air yang mengalir dari rambutnya. Airphone terpasang ditelinganya, dia menghentakkan kakinya, mungkin seirama dengan lagu yang ia dengarkan. Gemerlap lampu kota yang ramai mewarnai malam yang harusnya dijalani dengan tawa, aku hanya menopang daguku kearah jendela. Aku merasa, pemuda itu melihat kepadaku. Dia sekolah di SMA yang letaknya ditengah kota. Berjarak agak jauh dari SMA ku. Sepertinya dia memperhatikanku, tapi aku tidak berani menatapnya lama-lama. Aku hanya mencuri-curi saja. Lama kelamaan, bus pun penuh. Aku yang duduk disudutpun jadi tersudut. Dia, terus menyerempetku, mendekatiku. Sehingga aku dekat sekali dengannya, dan sekarang tubuhku hangat. Dia mengeluarkan jaket dari tasnya, dan 'menyelimuti' sebagian badannya, dan ya ampun, sebagian badanku. Aku menoleh padanya, dia hanya mengangguk-anggukan kepalanya sesuai irama musik iPod hitamnya yang terlihat agak keluar dari saku celananya, menatap lurus kedepan tanpa menoleh kepadaku. Aku sebenarnya agak malu, dan kita terlihat seperti, ehm sepasang kekasih? Apa dia sengaja atau tidak sengaja? Aku agak gugup, sepertinya udara dibus makin panas. Aku melihat wajahnya tanpa sengaja ketika di melihat kejendela yang berada disebelahku. Bibirnya merah. Dia menggigit-gigit bibir bawahnya.

Cukup sudah Iris!

Dia hanya selingan yang diturunkan tuhan untuk menghiburmu SEMENTARA. Tunggu, dia tadi tersenyum! Ahh, cukup-cukup! Aku menyandarkan badanku ke bangku bus. Dan ternyata aku tertidur sebentar, speakerphone membangunkanku dari rasa kantukku. Bus sudah sepi. Jaketnya kini hampir seluruhnya menutupi badanku. Aku terbangun, dia masih belum menjauh juga. Apa dia sengaja? Jaket hitamnya ehhm.., harum. Aku tahu ini konyol, tapi jaketnya itu nyaman sekali. Ingin ku rebut dan menutupi badanku yang dingin ini. Aku mengubah posisi dudukku dan duduk tegak, sehingga jaketnya agak turun kebawah. Dia langsung mengambilnya, aku merasa bersalah juga sih, soalnya aku tidak seharusnya mengubah posisi dudukku.

Haaah~~ Akhirnya sampai juga aku ditujuan. Aku berdiri dari bangkuku, dan aku menoleh pada pemuda itu. Dia menatapku, menengadahkan wajahnya. Aku langsung melempar pandangannku. Seorang nenek itu tersenyum padaku dan mengatakan sesuatu walaupun tidak seharusnya mungkin aku dengar; "Kenapa kau tidak pulang dengannya (pemuda sebelahku), sayang...", aku hanya menoleh padanya, tidak sempat melakukan gerakan apa-apa.

Aku turun dari bus. Melihat dia masih didalam bus, menggantikan tempatku, dan bersandar pada jendela. Pandangannya lurus kedepan. Bangku belakang yang kosong. Berjalan melewati rumah-rumah. Musim gugur yang Mengesankan! Aku makin payah saja. Menapaki jalan dan langit yang sudah benar-benar gelap. Menenangkan perasaanku yang masih kacau. Yaitu perasaan kacau seperti pop corn yang sedang dimasak diMicrowave . Meloncat-loncat kemana saja. Aku membenamkan tanganku kesaku bajuku. TUNGGU! Apa ini?




-HatoriAya;22.43-
Fiction


______________________________________________________

Hahaha, si Hatori gak nyangka bikin kayak ginian!
Gak tau tuh. Si Hatori ngamuk meren , soalnya Tim Indonesia kalah lagi, jadi weh dia ka Betrik , dan jadilah kayak gini. Nulis naon sih,?

Haa!! Ini teh hasil dari kebanyakan nonton DVD sama baca novel , hasilnya kaya' gini nih, gara-gara nganggur dirumah...

Dasar anak mudaa.. Biarinlaah..

Lagian juga, siapa tau ada yang suka terus dilanjutin ketahap selanjutnya

HA, IN YOUR DREAM, HATORI !